Kamis, 17 April 2008

Pemerintah Kaji SPP Bank BUMN

Kamis, 17 April 2008 10:17 WIBJAKARTA, KAMIS - Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) segera menunjuk konsultan independen untuk mengkaji soal aturan kepemilikan tunggal (SPP/Single Presence Policy) yang ditetapkan Bank Indonesia bagi bank-bank BUMN. "Kita baru mau mencari konsultan untuk membahas soal SPP karena harus detail meskipun draft awal sudah kita susun sebelumnya," kata Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan, Parikesit Suprapto, di Jakarta, Kamis (17/4), seperti dikutip dari Antara. Parikesit mengatakan, pengkajian terkait SPP bagi bank BUMN harus benar-benar detail sebelum diserahkan kepada BI. Pihaknya menargetkan hasil kajian dari konsultan itu nantinya rampung maksimal pada Mei 2008 sehingga pada Juni dapat diserahkan kepada BI. "Sebelum Juni harus sudah diserahkan kepada BI," kata Parikesit. Pada aturan tersebut nantinya, bank-bank BUMN diarahkan untuk dikonsolidasi melalui perusahaan induk (holding company). "Akan seperti apa detailnya, itu diserahkan pada konsultan. Pada Mei nanti draf dari konsultan harus sudah disosialisasikan ke tim yang lebih besar yang terdiri dari Departemen Keuangan, Kemeneg BUMN, dan lain-lain," katanya. Ia mengatakan, hingga kini pihaknya masih membahas kajian konsolidasi bank-bank BUMN untuk memenuhi aturan kepemilikan tunggal yang ditetapkan BI. Kementerian Negara BUMN juga telah membentuk tim internal pembahas konsep tersebut sebelumnya. "Kami membentuk tim internal kemudian tim diperkecil ruang lingkupnya agar ada tim yang secara ’concern’ membahas SPP dan melaporkannya dalam tim yang lebih besar," katanya. Sejak akhir tahun lalu, Menteri Negara BUMN, Sofyan Djalil, telah mengajukan keringanan aturan kepemilikan tunggal (SPP/Single Presence Policy) bagi bank-bank BUMN kepada bank sentral. Meneg BUMN juga sudah bertemu dengan Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Keuangan beberapa waktu lalu untuk membahas permasalahan SPP tersebut. Surat keringanan SPP bagi bank BUMN yang telah dikirimkan ke Bank Indonesia itu pada intinya meminta perpanjangan waktu bagi bank-bank BUMN untuk menunda pelaksanaan SPP. "Intinya SPP baru akan dilaksanakan pada 2010, tapi sekarang kita harus menyampaikan surat ke BI tentang bagaimana blue print-nya nanti. Kita minta usulan beberapa bulan untuk menyiapkan blue print itu," kata Menteri beberapa waktu lalu. Pada dasarnya pihaknya mendukung kebijakan SPP tersebut tetapi masih perlu merancang perencanaan yang detail untuk menghadapinya. Sofyan Djalil sebelumnya telah mempresentasikannya di hadapan Menteri Keuangan dan membahasnya dengan Menko Perekonomian. "Kalau dengan BI kita sudah kirimkan surat keringanannya, maka dari itu kita akan susun blue print dan dibahas di rapat kabinet," katanya. Dalam aturan SPP dinyatakan suatu pihak diperbolehkan menjadi pemilik saham pengendali pada satu bank saja. Untuk itu bila ada pihak yang terkena ketentuan tersebut, diberikan tiga opsi untuk merestrukturisasi kepemilikannya. Opsi pertama adalah melalui pengalihan saham, kedua melalui merger atau akuisisi, dan yang terakhir melalui pembentukan perusahaan induk (holding company). Seperti diketahui, saat ini pemerintah memiliki secara mayoritas saham-saham di bank BUMN sehingga secara otomatis pemerintah terkena aturan tersebut.

Tidak ada komentar: