Kamis, 17 April 2008

Defisit APBNP Bisa Bertambah

Rabu, 16 April 2008 13:51 WIBJAKARTA,RABU - Defisit APBNP 2008 akan bertambah sekitar Rp2 triliun setiap kali ada penurunan realisasi lifting/produksi minyak sebesar 10 ribu barel per hari dari target lifting sebesar 927.000 barel per hari selama 2008.
"Kalau selama satu tahun, rata-rata ada penurunan sebesar 10 ribu barrel per hari, akan menyebabkan tambahan defisit sekitar Rp 2 triliun," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu (BKF), Anggito Abimanyu seperti dikutip Antara di Jakarta, Rabu (16/4).
Menurut Anggito, tiap barel produksi minyak akan memberi tambahan penerimaan negara cukup besar apalagi dengan harga minyak yang saat ini sangat tinggi. Penerimaan negara tidak hanya berasal dari hasil penjualan minyak itu sendiri tetapi juga berasal dari penerimaan lain yang terkait dengan minyak seperti pajak penghasilan (PPh) migas.
Ketika ditanya apakah tidak ada ancaman terhadap APBNP 2008 yang menetapkan asumsi harga minyak 95 dollar AS per barel sementara harganya saat ini mencapai sekitar 112 dollar AS per barel, Anggito mengatakan, asumsi merupakan basis perhitungan dan yang digunakan adalah harga minyak mentah Indonesia (ICP). "Posisi ICP itu berada kurang lebih lima dollar AS di bawah harga internasional. Kalau harganya 112 atau 113, berarti harga ICP-nya adalah lima di bawah harga itu," katanya.
Anggito mengatakan, dengan harga yang tinggi sebenarnya Indonesia mendapatkan tambahan penerimaan negara. Bahkan jumlah penerimaan negara terkait dengan migas akan lebih tinggi dari pengeluaran terkait dengan migas, subsidi BBM, dan subsidi listrik.
Namun yang harus diperhatikan adalah tingkat produksi minyak sehingga realisasinya dapat sesuai target. "Penurunan lifting tentu akan mengurangi penerimaan, namun saya katakan dengan asumsi 927 ribu barel per hari, total penerimaan migas dan penerimaan terkait migas masih lebih besar dari pengeluaran subsidi dan dana bagi hasil (DBH)," kata Anggito.
Ia mengatakan, pihaknya selalu berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait untuk mengoptimalkan lifting minyak sehingga penerimaan negara bisa lebih besar. "Kalau resiko target lifting tidak tercapai merupakan masalah teknis, saya enggak tahu. Yang bisa kita sampaikan adalah kita menghitung berdasarkan nilai aktual. Berapa tingkat produksi dan berapa perhitungan dari pendapatan yang didasarkan pada lifting yang sebenarnya," katanya.
Ia mengakui, rata-rata lifting minyak dari Januari 2008 hingga saat ini masih di bawah 927 ribu barel per hari namun sudah mendekati angka itu. "Masih di bawah tapi mendekati," katanya.

Tidak ada komentar: